DPR RI Nilai RUU Ketahanan Keluarga Tidak Terlalu Urgen

- 24 November 2020, 13:35 WIB
Gedung DPR RI.
Gedung DPR RI. /@dpr_ri/Instagram

Nurul juga menyoroti terkait Pasal 27 huruf 3 dalam RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur hak cuti dan hak tunjangan pekerja padahal dalam Pasal 82 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah diatur yaitu memperbolehkan pekerja perempuan memperoleh istirahat 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan.

Dia tidak mempermasalahkan kalau ingin memperkuat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui RUU Ketahanan Keluarga namun dalam draf RUU tersebut banyak poin-poin yang ikut campur dalam ranah privat.

"Sebaiknya kita berpikir ulang, karena masyarakat Indonesia heterogen, tidak mungkin dapat diseragamkan. Saya melihat RUU ini terlalu ribet dan banyak sekali mengurus hal-hal yang seharusnya tidak perlu diurus (negara)," kata politikus Partai Golkar itu.

Baca Juga: RUU Perlindungan Data Pribadi, DPR RI: Sudah DIM yang ke 12

Anggota Baleg DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan menjelaskan dalam keseharian masyarakat Indonesia, keluarga terdekat merupakan pihak yang akan menolong apabila ada anggota keluarganya yang mengalami kesulitan.

Dia mencontohkan dalam masyarakat batak, ketika ada seseorang yang mau menikah, dilakukan consuling pranikah dan itu dilakukan tanpa melibatkan negara di dalamnya.

"Saya misalnya consuling pranikah sepekan lalu adik saya melakukannya 10 sesi namun gagal lalu diulang dari awal, itu terjadi tanpa melibatkan negara. Saya bingung juga kalau negara ikut campur, pakai nilai yang mana," ujarnya sebagaimana dikutip Kebumentalk.com dari situs ANTARA.

Baca Juga: Komisi III DPR RI Bahas Persoalan Rutan dan Lapas, Ini Penjelasannya!

Menurut dia, dalam keluarga dan masyarakat Indonesia telah memiliki sistem pendukung sehingga dalam konteks keluarga lebih baik mempertahankan aturan yang sudah ada.***

Halaman:

Editor: Muhammad Khasbi M.

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah