Bukuh Daulah Islamiyyah: Pemahaman Al-Qur'an dan Hadis Secara Serampangan Bisa Bikin Kacamata Kuda

10 Maret 2021, 11:36 WIB
ilustrasi buku /Pixabay.com/DariuszSankowski

 

KEBUMEN TALK - Program resensi buku-buku keislaman akan menjadi spesial bagi anda di bulan Ramadhan yang akan datang. 

KebumenTalk.com memberikan kesempatan pembaca untuk terus mengembangkan pemikiran dengan cara ngaji resensi buku-buku keislaman.

Berikut ini buku pertama yang bisa memberikan pencerahan bagi anda yaitu Daulah Islamiyyah dalam Al-Qur'an dan Sunnah karya M. Najih Arromadloni :

Baca Juga: Lafadz Adzan Diganti Seruan Jihad, Ketua PCNU Kebumen: Bentuk Pelecehan dan Penodaan Terhadap Islam

1. Identitas Buku

Judul : Daulah Islamiyyah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Pengarang : M. Najih Arromadloni
Penerbit : Pustaka Harakatuna
Tahun Terbit : 2018
Tebal Halaman : 164 halaman

Baca Juga: Berikut Rekomendasi Pondok Pesantren Terbaik di Jawa Tengah Lengkap dengan Alamat dan Kontaknya

2. Sinopsis Buku

Buku yang cukup telaten memberikan gambaran kesalahan sebuah kelompok radikalis bernama ISIS dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah.

Dalam konteks interpertasi (memahami) dibutuhkan sebuah berbagai pendekatan supaya tidak timbul produk pemikiran yang seperti kaca mata kuda. Terlebih lagi, teks tersebut harus dipolitisasi supaya bisa memuaskan hasrat nafsu tertentu.

Banyak teks-teks yang dipolitisasi oleh para kaum radikalis seperti ISIS untuk berlaku sadis. Sedangkan terminologi yang sering digunakan untuk memberikan pemahaman yang menyeleweng yaitu al-Khilafah, Jihad, Hijrah, Iman dan al-Malahim.

Baca Juga: Terkait Aksi Teroris MIT, Danrem Tadulako: Tidak Mencerminkan Islam


3. Isi Resensi

Penulis, M. Najih Arromadloni tampaknya melihat bahwa selama ini banyak orang yang salah paham terhadap kelompok ISIS dimana rayuan-rayuan berbentuk dalil Al-Qur'an dan Sunnah telah banyak menenggelamkan dalam buai kepalsuan.

Najih meracik sebuah konstruksi berpikir yang cukup tertata. Menguliti berbagai dalil yang digunakan kaum radikalis untuk melegitimasi kekerasannya, Najih juga memberikan diskursus dalil yang memiliki pemahaman kontras.

Setidaknya, Najih memberikan berbagai alternatif pemahaman yang berbeda sama sekali dari interpertasi teks yang dilakukan kaum radikalis seperti salah satunya kelompok ISIS.

Kelompok ISIS beranggapan bahwa berdirinya Negara Islam dibutuhkan untuk menguasai kembali dunia.

Hal ini tentu saja bertabrakan dengan kondisi realitas yang sudah tidak perlu lagi menggunakan cara-cara lama (dengan kekerasan) dalam melakukan dakwah Islamiyyah. Sayangnya, kelompok ISIS tutup mata dalam memilih sikap dan cara hidup mereka di dunia seperti dalam memilih sebuah bentuk negara (khilafah).

Seperti yang dikutip oleh Penulis, ISIS memahami khilafah sebagai model kepemimpinan yang wajib dan sah secara eksklusif karena bagian dari tradisi Ibrahim.

Artinya, kelompok ISIS dengan berbekal penafsiran alakadarnya itu mengira bahwa umat muslim harus bersatu di bawah kepemimpinan tunggal untuk menerapkan syariat Allah. Bagi mereka, hanya merekalah yang pantas mewarisi tradisi Ibrahim. Akhirnya, ISIS mendirikan kekhilafan versi mereka pada Ramadhan 1435 H. (h. 74).

Argumentasi mendirikan sebuah Negara Islam (khilafah) didasarkan pada pemaknaan QS Al-Baqarah ayat 124 dan QS Al-Nur ayat 55 tentang janji Allah SWT yang akan menyerahkan kepemimpinan kepada hambanya baik politik dan agama. (h. 73).

Penulis memberikan bagaimana narasi yang dibangun oleh ISIS kemudian mendiskursuskan dengan pemahaman yang berbeda sama sekali seperti misalnya dalam kasus khilafah.

Menanggapi konsep khilafah ala ISIS, Ali Jum'ah, mantan Mufti Mesir secara tegas menyatakan tidak ada satu hadis pun yang menyeru untuk mendirikan khilafah. Yang ada hanyalah hadis "ketika tidak di dunia ini tidak terdapat khilafah, maka diamlah di rumahmu," dimana memilki maksud untuk tak menyulut konflik, mencipta fitnah dan melahirkan perpecahan. (h. 110).

Najih juga membeberkan fakta bahwa khilafah ala ISIS tersebut telah melanggar ahl al-halli wa al-'aqdi dan kesepakatan dari mayoritas umat Islam. Sedangkan, menurut Umar RA seorang yang mendeklarasikan kepemimpinan dirinya atau orang lain tanpa musyawarah dengan kaum muslimin maka wajib untuk diperangi. (h. 111).

Baca Juga: Jadi Presiden Amerika Serikat, Sikap Joe Biden Terhadap Islam? Refly Harun: Semoga Sesuai Komitmen!


4. Kelebihan

Najih berhasil memberikan banyak argumentasi yang ilmiah karena didasarkan pada referensi yang jelas. Hal ini membuat pembaca menjadi lebih mantap sekaligus bisa mendalami (follow up) tulisan ini.


5. Kekurangan

Judulnya yang hampir sama dengan Kitab milik Taqiyuddin An-Nabhani membuat sebagain orang akan lebih memilih tak membelinya karena akan disinformasi terlebih dahulu. Kebanyak orang melihat buku dari judul dan sampulnya.***

Editor: Muhammad Khasbi M.

Tags

Terkini

Terpopuler