KPAI Kritik PJJ Daring yang Dianggap Kesampingkan Kesehatan Mental Siswa

- 30 Oktober 2020, 23:33 WIB
Siswa SMP Islam Al-Azhar Bekasi sedang Simulasi PTS Online
Siswa SMP Islam Al-Azhar Bekasi sedang Simulasi PTS Online /Instagram/@smpia8

KEBUMEN TALK - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik kebijakan pendidikan yang selama ini merugikan karena membuat mental siswa tidak setabil. Seperti yang terjadi pad kasus siswa bunuh diri akibat stress PJJ Daring di Tarakan, seharusnya, menurut KPAI, pihak terkait segera mengevaluasi kebijakan PJJ Daring yang ada.

Diketahui, diduga stres akibat belajar dari rumah (BDR) seorang siswa SMP asal Tarakan wafat. Hal ini membuat Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan, Retno Listyarti angkat bicara tentang kesehatan mental para pelajar di Indonesia selama masa Pandemi Covid-19.

Menurut informasi, siswa malang itu ditemukan meninggal gantung diri di kamar mandi tempat tinggalnya. Seperti yang dilansir Pikiran-Rakyat.com, Retno memberikan kritik pedas untuk kebijakan pendidikan di Indonesia selama masa Pandemi Covid-19 yang kurang memperhatikan sisi kesehatan mental pelajar.

Baca Juga: Kapolres Kebumen Ajak Pemuda Untuk Jauhi Narkoba dan Anti Anarkis

"Tewasnya siswa yang berusia 15 tahun tersebut mengejutkan kita semua. Apalagi pemicu korban bunuh diri adalah banyaknya tugas sekolah daring yang menumpuk, belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Padahal syarat mengikuti ujian akhir semester adalah mengumpulkan seluruh tugas tersebut," katanya, Jumat 30 Oktober 2020.

Retno juga berujar bahwa kematian dengan kasus bunuh diri diakibatkan berbagai unsur. Maka jika melihat kasus siswa SMP di Tarakan itu, kemungkinan siswa SMP berani mengakhiri hidup jelas bukan tanpa sebab.

"Sebenarnya, kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah berlangsung lama. Artinya, sudah banyak yang mulai bisa beradaptasi. Namun, ada juga yang justru makin terbebani. Salah satunya adalah siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara," katanya.

Retno mengaku, mendengarkan langsung penjelasan rinci dari ibunda korban dalam suatu dialog interaktif di salah satu TV Nasional pada 29 oktober 2020 pukul 6.45 sampai dengan 07.30 wib. Menurut Retno, Ibu korban sepertinya memiliki banyak beban karena tidak mampu memberikan pendampingan secara maksimal setelah ternyata PJJ daring diperpanjang.

Pada 26 Oktober 2020, kata Retno, ibu korban mengaku menerima surat dari pihak sekolah yang isinya menyampaikan bahwa anak korban memiliki sejumlah tagihan tugas dari 11 mata pelajaran. Rata-rata jumlah tagihan tugas yang belum dikerjakan anak korban adalah 3-5 tugas per mata pelajaran.

Halaman:

Editor: Muhammad Khasbi M.

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x