Pemerintah China Minta Indonesia Hentikan Pengeboran di Perairan Natuna Utara

- 2 Desember 2021, 13:29 WIB
Ilustrasi pengeboran minyak.
Ilustrasi pengeboran minyak. /Pixabay

KEBUMEN TALK - Pemerintah China meminta Indonesia untuk menghentikan kegiatan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim Natuna Utara. Wilayah tersebut dianggap kedua negara, sebagai milik mereka selama beberapa bulan di Laut Cina Selatan awal tahun ini.

Permintaan ini sebelumnya belum pernah dilaporkan. Hal itu menyebabkan meningkatnya ketegangan atas sumber daya alam antara kedua negara di wilayah strategis dan ekonomi global.

Sebuah surat dari Diplomat China kepada Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, dengan jelas menyatakan kepada NKRI untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai, yang pada hal itu terjadi di wilayah China.

Baca Juga: 50 Siswa SPN Polda Jateng Mengikuti Latja di Polres Kebumen

Seorang anggota Parlemen Indonesia di Komite Keamanan Nasional, Muhammad Farhan menyatakan bahwa Indonesia tidak akan menghentikan kegiatan pengeboran tersebut.

“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” ungkap Farhan, dikutip KebumenTalk.com dari Reuters.

Sebanyak tiga orang lainnya yang mendapat pengarahan terkait surat tersebut, membenarkan adanya desakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran. Dua dari ketiga orang tersebut mengatakan bahwa China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.

Baca Juga: Dukung Peningkatan Skill, Bupati Kebumen Libatkan Siswa SMK dalam Perawatan Mobil Dinas

China yang merupakan negara terbesar di Asia Tenggara menyebutkan, bahwa ujung Laut China Selatan merupakan zona ekonomi eksklusifnya. Tepatnya di ujung bagian selatan dari laut yang dimaksud. Hal itu dibawah konvensi PBB tentang Hukum Laut dan memberi nama wilayah itu dengan Laut Natuna Utara pada 2017.

Pemerintah China keberatan dengan keputusan tersebut. Mereka bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam teritorialnya yang luas di Laut China Selatan. Hal itu ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U. Batas tersebut ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen, di Den Haag pada 2016.

Halaman:

Editor: Muhammad Mugi

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah