KEBUMEN TALK - Direktur Drone Emprit Ismail Fahmi mengatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih sangat dibutuhkan tetapi perlu direvisi.
"Harapan publik atas revisi Undang-Undang ITE sangat besar. Nuansa rasa takut atas Undang-Undang ITE dirasakan oleh publik," kata Ismail dalam seminar daring yang diadakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat diikuti dari Jakarta, Rabu 11 Maret 2021 sebagaimana dikutip KebumenTalk.com dari situs ANTARA.
Ismail mengatakan bahwa masyarakat menyambut baik ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan yang membuka peluang revisi terhadap Undang-Undang ITE.
Bila dilihat dari peta analisis jejaring sosial di internet, kata dia, dukungan dan pertentangan terhadap revisi Undang-Undang ITE memiliki korelasi kuat antara klaster propemerintah dan klaster nonpemerintah yang terdiri atas publik, pegiat, oposisi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Baca Juga: Peneliti: Jika Rokok Masih Terjangkau di Masyarakat Tanda Negara Tak Maju
"Klaster propemerintah cenderung kontrarevisi Undang-Undang ITE, sedangkan klaster nonpemerintah cenderung prorevisi," tuturnya.
Menurut Ismail, media memiliki peran penting dalam membangun percakapan dan narasi terkait dengan isu revisi Undang-Undang ITE di kalangan publik.
Berdasarkan analisis emosi terhadap pernyataan Presiden Jokowi agar masyarakat mengkritik pemerintah dan revisi Undang-Undang ITE, masyarakat cenderung ragu, bahkan tidak percaya hal itu akan dapat dijalankan.